Keripik Tempe Abadi
Bermodal awal Rp 500 ribu, Haji Ikrom mampu memasarkan
keripik tempenya hingga ke Amerika Serikat. Kini, omzetnya Rp 4 juta per hari.
”Kalau Anda ke Malang, jangan lupa beli keripik tempe.”
Pesan singkat dari mulut ke mulut itulah yang membuat Haji
Ikrom tak menyangka kalau keripik tempe Abadi-nya bisa melanglang buana hingga
ke Amerika Serikat. Ia pun semakin percaya diri untuk terus mengembangkan
bisnis yang telah dirintis bersama istrinya sejak tahun 1970.
Cerita soal keripik tempe sampai ke Negeri Abang Sam itu
berawal dari surat PT Fajar Jaya di Jakarta yang ditujukan kepada Ikrom pada
1997 lalu. Dalam suratnya, pimpinan Fajar Jaya melampirkan surat dari koleganya
di Amerika yang ingin mencari info tentang keripik tempe Abadi. Si kolega ini
mengaku kesengsem dengan produk Ikrom ketika ia berkunjung ke Malang beberapa
tahun sebelumnya. Kemudian, pihak Fajar Jaya menemui Ikrom dan memintanya untuk
mengekspor keripik tempe ke Amerika.
Awalnya, pengiriman produk hanya berkisar 50 kilogram saja.
Namun, lama kelamaan permintaan meningkat hingga 150 kilogram tiap kali kirim.
Dan untuk selanjutnya, hingga kini urusan ekspor sepenuhnya ditangani Fajar
Jaya. Permintaan pengiriman minimal dua bulan sekali. Nilainya sudah mencapai
ratusan juta rupiah.
Kisah sukses lain dari Ikrom adalah tatkala produknya masuk
dalam buku panduan hotel-hotel papan atas di Kota Malang sebagai camilan
berkelas. Tak jarang pihak hotel membawa tamu-tamunya berkunjung ke outlet
Abadi di kawasan Ciliwung karena ingin membeli keripik tempe sebagai oleh-oleh.
“Tak hanya wisatawan domestik, tapi juga dari mancanegara,” ujar kakek delapan
cucu yang kini berusia sekitar 80 tahun ini.
Prestasi itulah yang menjadikan namanya terkenal dan masuk
dalam deretan pengusaha terkemuka di Malang. Namun, tetap saja ada kisah sedih
tatkala ia ditipu salah satu agen di Jakarta pada 1985. Kerugiannya sekitar Rp
100 juta rupiah. Toh, semua itu dilakoni Ikrom dengan tabah, dianggap sebagai
salah satu ujian. Yang pasti, hanya sedikit yang tahu kalau ia pensiunan
tentara berpangkat terakhir peltu (pembantu letnan satu) dari kesatuan Korem
083 Baladhika Jaya Malang.
Empat tahun menjelang pensiun, ia sudah ancang-ancang,
mencari usaha yang bisa menghidupi istri dan keempat anaknya selain dari uang
pensiunan. Karena di lingkungannya banyak produsen tempe, akhirnya ia mencoba
membuat keripik tempe. Ikrom bersama istrinya (almarhumah) Sumiatun
bahu-membahu mengembangkan usaha dengan modal awal Rp 500 ribu. Merek Abadi
merupakan ide ayah mertuanya, S.M. Tohir, bekas agen koran Abadi yang dibredel
pemerintah. Produksi pertamanya sekitar 5 kilogram. Itu pun yang 1 kilogram
dibagi-bagikan ke tetangganya, untuk mencari tahu tingkat kelezatan keripik
tempe buatan sang istri. Setelah rasanya dinyatakan yahud dan layak jual, Ikrom
mulai berani memasarkan produknya. Selepas zuhur, dengan diantar becak, ia menuju
ke pasar, tokotoko, dan rumah-rumah makan untuk menitipkan keripik. Menjelang
magrib baru ia pulang ke rumah. Lalu, setiap hari Minggu, Ikrom memasarkan
keripik ke Surabaya. Itu dilakukan terus-menerus hingga pasarnya berkembang
sampai ke Jakarta dan Bali. Sebagai manusia, Ikrom tetap saja tidak puas dengan
hasil yang diperoleh. Ia terus berkreasi sehingga terciptalah produk selain
keripik tempe, mulai dari keripik nangka, bayam, apel, salak, belut, hingga
bekicot. Kini, produknya itu tertata rapi di etalase outletnya. Harga yang
dipatok pun tergolong murah, dari Rp 4.000 untuk keripik bayam hingga Rp 10.500
untuk keripik tempe spesial berukuran 500 gram.
Meski demikian, kata pengurus takmir masjid di kampungnya
itu, keripik dari aneka macam bahan tersebut hanyalah variasi saja. Produk
utamanya tetap keripik tempe yang rata-rata volume produksinya mencapai 6
kuintal per hari. Sedangkan omzetnya mencapai Rp 3-4 juta per hari. Omzet ini
akan naik pesat pada hari raya dan musim liburan. Seperti Lebaran tahun kemarin,
ruas jalan di depan outlet Ikrom macet total dipenuhi mobil-mobil para pemudik
yang hendak menyerbu keripik Abadi. Luar biasa bukan?
Kini, outlet Haji Ikrom kelihatan bersih dan rapi. Ruangan
yang menebar aroma wangi itu berlantai putih mengkilat. Di etalase, berjajar
rapi berbagai jenis keripik. Karyawannya pun membengkak menjadi 17 orang, 8
orang bagian penggorengan, 3 orang bagian pembungkusan, 4 orang bagian
pengirisan, dan 2 orang bertindak sebagai tenaga pengantar atau pemasaran.
Bukan itu saja, bahan baku yang berupa tempe mentah itu telah diproduksi
sendiri di salah satu rumah Haji Ikrom di Jalan Batu Bara 87, Malang. Dan, yang
membuat mantan tentara ini bangga, peralatan pembuat tempe keripik di
perusahaan Abadi ini tidaklah tradisional lagi. Bila dulu tempe diiris secara
manual, kini dengan mesin otomatis. Dulu mereka menggoreng dengan bantuan
kompor minyak tanah, kini dengan kompor gas. Dalam pembuatan tempe, sekarang
ada mesin khusus untuk mengupas kulit kedelai, tak lagi dengan cara diinjak-injak.
Begitu pun untuk menutup plastik kemasan, tidak menggunakan lilin lagi, tapi
dengan alat pres tersendiri. Karena itu, kemasannya lebih rapi. Tak heran jika
banyak pejabat Kota Malang menjadi pelanggan tetapnya. Sekarang, Haji Ikrom
tinggal menuai buah kerja kerasnya merintis usaha keripik tempe yang kini
dikelola keempat anaknya. (Sumber: Majalah Trust)
Leave a comment